Anak gadis mengalami cedera pergelangan kaki berulang. Terkadang memang ada kejadian terkilir. Terkadang bengkak saja. Tentu saja hal ini menyebabkan hambatan dalam performance nya dalam olahraga yang berbasis prestasi. Ketika dokter bertanya tentang pemanasan dan pendinginan, saya bilang pada dokternya “Ada kok latihan conditioningnya juga”. Namun dokter menebak bahwa biasanya latihan kurang proper, hanya alakadarnya. Saya tidak mengelak karena sering ‘ngebatin’ juga: ini kapan latihan endurance nya, kenapa pendinginan sering diskip, kenapa ga ada pembekalan nutrisi sebelum lomba, dll. Menurut dokter olahraga yang menangani anak gadis, jangankan aktivitas aktivitas olahraga rekreasi, yang atlet pelatnas aja terkadang tidak diperhatikan kok, dianggap sudah memikirkan secara mandiri. Jadi terkadang atlet atlet ini dituntut untuk mengharumkan institusi, dituntut latihan sebanyak banyaknya, meraup medali. Bagi atlet level klub (bukan mewakili pemerintah), bahkan butuh modal yang tidak sedikit untuk ikut kompetisi (Yang rada ajaib kami malah beberapa kali harus bayar pendaftaran untuk ikut seleksi mewakili daerah dan nasional - yang belum tentu lolos). Tetapi manajemen nutrisi, manajemen pemulihan, strength and conditioning, bhay! Pikiran saya jadi melayang pada teman teman atlet rekreasional yang menjalani kompetisi kompetisi yang cukup serius, yang juga sebaiknya punya pemahaman cukup dalam menjalani latihan agar terhindar dari mudharat di masa depan. Sebagai orangtua, saya sudah memutuskan bahwa kebugaran nomor satu, prestasi nomor dua. Nggak bisa dua duanya? Well, sebisa mungkin meraih keduanya, tapi dalam perencanaan harus mau membuat prioritas, karena terkadang kebugaran dan prestasi harus berjalan masing masing. Saya tahu ini pasti akan kontroversial di antara orang tua yang begitu berkorban mendukung dan memotivasi anak anaknya untuk latihan latihan dan latihan, di mana vibe dalam lingkungan orangtua adalah mencapai kemajuan dan kemenangan. Saya sebaliknya, selalu ‘teasing’ Rara untuk berbagi fokus, mengajak menjalani cabor lain. Sekarang sedang senang ‘nyambi’ berkuda. Sebenarnya dia tertarik aikido juga tapi waktunya udah susah bettt haha. Komponen kebugaran yang penting bagi fungsi tubuh hingga jangka panjang ada 4: cardio, kekuatan, kelenturan dan komposisi tubuh. Berhubung frekuensi latihan sepatu roda cukup tinggi (untuk ukuran orang awam), maka KONSEKUENSInya, agar aspek kebugaran tetap tercapai dan minim risiko cedera akibat overuse otot, olahraganya harus ditambah lagi: Mobility training, yin yoga, treadmill, renang, dan strength conditioning training yang terawasi secara personal, bukan secara massal seperti di klub (karena pelatih tidak selalu bisa fokus dengan targeted muscle-nya kena apa engga). Berhubung sering cedera, maka kami langganan ke fisioterapi, dan akhirnya sekarang ada tambahan program rehabilitasi lagi bersama dokter. Ribet banget ya? Modal tambah gede pasti? Waktu makin habis? Yes ribet bangeeet euy. Kalau melihat riwayat prestasi Rara dari 1 kompetisi ke kompetisi lain, sebenarnya sering ngga naik podium daripada naik podium. Poin prestasi secara historis, masih SANGAT JAUH dari sang juara (yang kalau ditanya ternyata latihan setiap hari). Tapi ternyata anak gadis sangat cinta dengan kesibukan di olahraga ini, masih sangat antusias ikut kejuaraan. Dia juga bahagia ketika ‘unlocking’ trik baru atau mencapai rekor personal baru. Jadi secara psikologis, olahraga ini bermanfaat buatnya. Lumayan juga buat jadi simulasi kegigihan menuju cita cita. Maka inilah yang saya merasa harus lakukan, sebisa mungkin melindungi keamanannya, melindungi kebugaran di masa depannya, walaupun sudah terlanjur muncul risiko masa depan akibat cedera yang sudah terjadi. #fitness #olahraga #hobi
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorStill me. Rika ArchivesCategories |