![]() Kompetisi olahraga, biasanya di proposalnya mengusung terminologi 'kesehatan' atau 'kebugaran' menjadi latar belakangnya. Biasanya sih yang digadang gadang adalah mengkampanyekan hidup sehat. Nyatanya, pada titik tertentu, "mencapai kebugaran" dan "berprestasi dalam kompetisi" olahraga adalah 2 hal yang berbeda, dan bisa jadi arah perjalanannya juga berbeda. Coba kita tengok apa makna sehat dan bugar terlebih dahulu Sehat, adalah kondisi bebas dari sakit, baik sakit fisik ataupun mental Bugar, adalah kondisi sehat, ditambah memiliki energi yang cukup atau bahkan bersisa untuk melaksanakan aktivitas sehari hari. Maka olahraga, bisa menjadi jalan menuju sehat dan bugar. Tapi, olahraga juga, bisa menjadi jalan menuju tidak sehat dan tidak bugar. Mengikuti sebuah kompetisi atau event olahraga untuk mencapai kemenangan, tentu akan berhadapan dengan kompetitor kompetitor yang berlomba lomba juga dalam berlatih. Coba kita tanya seorang gold medalist dari olahraga tertentu, apa rahasianya. Niscaya kita akan mendengar bahwa dia latihan setiap hari atau hampir setiap hari. Bahkan dalam 1 hari bisa 4 jam atau lebih. Untuk mencapai puncak prestasi (atau sekedar meningkatkan prestasi), tidak jarang kita harus berkompromi dengan tujuan olahraga kita yang lain, yaitu mencapai kesehatan dan kebugaran yang bisa langgeng sampai usia senja. Ada olahraga olahraga tertentu yang hanya menggunakan 1 sisi badan, rawan skoliosis atau berbagai macam isu ketidakseimbangan otot Ada olahraga yang terpapar banyak benturan dan butuh ketangkasan tinggi, rawan ligamen putus Ada olahraga yang menuntut mengurangi asupan air sebelum kompetisi Ada yang sangat dituntut menang, sehingga ditekan untuk berlatih terus, rawan depresi. Ada yang sedang marathon mengalami cedera berat, tapi karena ‘menyelesaikan lomba’ adalah tujuannya (prioritas kesehatan otomatis turun), maka dia menyeret badannya demi bisa menyelesaikan misi yaitu mencapai garis finish. “Namanya juga olahraga, pasti ada risiko cedera. Kalo takut cedera melulu, jadi ngga olahraga!” Yes, betul. Jangan sampai kita jadi ngga olahraga karena takut cedera, karena tidak berolahraga sendiri kelak akan meningkatkan risiko cedera terutama ketika sudah usia lebih senior. Saya di sini sedang membicarakan kompetisi olahraga, di mana frekuensi dan lama latihannya jauh lebih intensif. JADI, IKUT KOMPETISI SALAHH? Tentu saja bukan itu maksud saya. Sampai sekarang anak saya juga sering ikut kompetisi. Bukan pula maksud saya untuk menciutkan semangat untuk berolahraga. Olahraga pasti punya risiko cedera, sebagaimana kita semua makan pun punya risiko tersedak. Hanya saja kita perlu mengunjungi kembali apa motivasi awal kita, agar kita tidak terseret secara tidak sadar kepada hal yang sebenarnya bukan tujuan kita sejak awal, karena menjadi juara, dan menjadi bugar, ada kalanya beda jalur. Kalau memang kita sudah memutuskan untuk menjadi seorang juara, sah sah aja, selama kita menyadari aspek kebugaran apa yang harus dinomorduakan dan bagaimana meminimalisir sebaik baiknya terjadinya mudharat di masa depan. Asal tahu saja, untuk berupaya mensejajarkan prioritas KEBUGARAN dan MENANG KOMPETISI, kita perlu alokasi waktu yang jauh lebih besar, energi lebih besar, dan dana yang lebih besar juga. Wallahu a’lam bish showab. #fitness
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorStill me. Rika ArchivesCategories |