Beberapa lama setelah mengunggah audio relaksasi kehamilan yang responnya masyaaAllah luar biasa, ada cukup banyak yang request untuk dibuatkan audio untuk promil. Sebelum menyusun script, saya melakukan riset kecil kecilan mengenai kondisi dan kebutuhan orang tua yang menanti momongan, lebih khususnya aspek emosi/mental.
Saya mempercayai bahwa tubuh adalah salah satu elemen tak terpisahkan dengan pikiran. Kesehatan adalah hal yang holistik. Tentu kita perlu mempercayakan urusan fisik pada ahlinya. Jadi kalau Anda merasa memiliki gangguan yang sifatnya fisik yang mempengaruhi fertilitas (baik itu perempuan maupun laki laki), maka konsultasi ke dokter adalah jalan ikhtiar yang menurut saya cukup dapat dipercaya. Sementara itu, Anda perlu pula menggali aspek mental spiritual. Menurut berbagai kamus, fertility (kesuburan) memiliki definisi : kemampuan untuk memulai, memelihara, dan mendukung proses reproduksi. Dari definisi ini saja, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa subur (fertil) adalah jaminan bisa memiliki keturunan lho. Saya percaya bahwa secara fitrah, perempuan memang diciptakan untuk sehat, bisa hamil dan melahirkan, namun bisa saja banyak faktor yang bisa menganggu kesehatan holistik tersebut. Maka, keseimbangan sehat fisik dan mental adalah aspek yang penting dalam reproduksi. Walaupun mendiagnosis kondisi kesehatan hingga terapi secara medis yang terukur bisa diusahakan, namun kenyataannya masih banyak pula aspek yang belum diketahui secara terukur yang menjadi penyebab infertilitas. Nyatanya, program program kehamilan yang harganya pun tidak murah, angka keberhasilannya pun tidak lebih dari 50%, sementara banyak pula cerita pasangan pasangan yang menikah sudah begitu lama, justru akhirnya hamil saat sedang tidak melakukan program. Masalah yang sebenarnya muncul adalah ketika orang tua menjadikan ‘punya anak’ sebagai tujuan. Padahal, memiliki anak atau tidak adalah hal yang kita manusia tidak bisa kontrol. Saya setuju dengan ungkapan Sjanie Hugo (yang menulis “The Fertile Baby Method”) “memiliki anak” bukanlah goal atau tujuan yang sehat, karena tidak dapat terukur upaya untuk mencapainya. Yang lebih bisa terukur untuk dicapai adalah mengusahakan memperbaiki kesehatan fisik dan psikis. Ketika tubuh dan pikiran sehat, maka sangat logis fungsi fisiologis tubuh termasuk reproduksi juga akan menjadi normal. Kalau “punya anak” jangan dijadikan goal, lalu apa dong? Sjanie Hugo mengatakan bahwa menjadikan “punya anak” sebagai tujuan utama justru bisa kontraproduktif, menyebabkan stress, kecemasan, kekecewaan dan potensi gagal. Penting untuk memisahkan tujuan dan intensi. Tapi, kalau dijadikan intensi, boleh boleh saja. Apa bedanya? Intensi adalah harapan atau doa yang penuh keyakinan. Kita bebas mau berdoa apa saja. Kita bebas misalnya memohon sepenuh hati agar Allah mengaruniai mobil Tesla, walaupun gaji saat ini tidak memungkinkan. Tapi kita semua paham bahwa doa bukanlah sesuatu yang dalam kendali kita untuk mewujudkannya. Doa bukan berarti ‘ngatur ngatur Allah’. Maka, “bisa hamil dan memiliki anak soleh untuk menjadi khalifah yang amanah” boleh kita jadikan intensi. Namun goal (tujuan) adalah sesuatu yang lain. Goal adalah sesuatu yang bisa terukur cara cara untuk mencapainya, yang secara hukum sebab akibat kita bisa ukur keberhasilannya. Nah, yang realistis dan bisa diukur adalah upaya upaya untuk memperbaiki kondisi fisik dan psikis. Dalam konteks ibadah, kita bisa menjadikan upaya menuju goal ini menjadi ‘bahan proposal/doa’ pada Allah. Kita bisa bilang, “Ya Allah, hamba sudah menggenapi tugas hamba untuk menjaga tubuh ini, menjaga pikiran ini, memantaskan diri dan meluruskan niat. Nah, penting bagi Ibu untuk memahami ini sebelum mendengar audio relaksasi untuk promil. Audio ini mudah mudahan bisa menjadi penguat intensi Anda untuk menjadi orang tua. Oh iya, audio ini bukan merupakan terapi hipnosis ya, melainkan relaksasi singkat saja. Silakan jadikan pelengkap bersamaan dengan konsultasi ke dokter dan juga terapi emosi.psikologis dengan ahlinya. Bismillaah, semangat lillahi ta’ala yaa! Selamat mendengarkan.
0 Comments
|
AuthorRika Widjono ARSIP
December 2022
KATEGORI |