Hal yang jadi momok buat orang tua di masa social distancing : Rasa bosan! Beberapa tahun lalu saya pernah mengikutkan Raul ke program pesantren kilat 9 hari di Bulan Ramadhan. Saat mengantarkannya, saya agak kaget. Tempat itu sangat minim fasilitas. Tempatnya memang besar, berisi dari ruangan aula untuk tidur beramai ramai tanpa AC, kamar mandi dengan fasilitas air saja, dan kantin yang otomatis tutup karena bulan Ramadhan. Sudah, itu saja. Melihat jadwal sehari hari pun hanya dominan membaca dan menghafal Al Quran. Pesertanya pun banyaakkkk sekali sehingga saya sempat berpikir apakah anak ini akan terperhatikan. Beneran kaya gini nih? Nanti kalau bosan gimana? Kalau stress gimana? Di rumah kan ada AC, ada lego, dan bahan bermain lainnya. Di situ ngga ada sama sekali! Tapi bismillah, saya titipkan pada Allah dan berusaha tidak ikut arus kebanyakan orangtua yang ikut sanlat yang setiap waktu minta foto dan minta info kabar terakhir, hehe. Saya jadi teringat juga obrolan yang lupa di mana, mengenai pembelajaran klasik ala kuttab di mana guru adalah pusat. Murid lah yang harus mencari guru, memiliki adab. Muridlah yang harus ‘bikin seneng’ gurunya. Murid yang harus kreatif mencari cara agar bisa memahami gurunya yang sulit dimengerti (pasti pernah kenal kan orang yang pinternya kebangetan tapi kalau bicara agak sulit dipahami, padahal kita butuh banget mensaripatikan ilmunya). Murid harus tahan duduk berlama lama, harus terbiasa dengan rasa bosan, sampai mereka bosan menganggap serius rasa bosannya, sehingga tak memikirkannya lagi. Mbulet ya, haha. Kalau tidak begini, maka tidak mungkin lahir ulama ulama di masa lalu yang sampai hafal ribuan hadis, ya ga sih. Sepulang sanlat, saya tanya bagaimana kesannya. Pasti ada rasa bosan. Tapi ternyata, mereka tetap bisa menemukan cara bermain di dalam keterbatasannya. Di waktu luangnya, hampir setiap hari anak anak ini berburu capung :D They enjoyed it a lot. Saya sih percaya, belajar terbaik bukan yang teacher-centered atau yang student-centered, melainkan sebuah kesatuan yang harus diperhatikan. Sebagai murid, maka dia harus berpikiran teacher-centered. Sebagai guru, dia harus memperhatikan muridnya. Harus seimbang. Wah kebayang kalo ga seimbang jaman sekarang, belajar murid di sekolah bakal disetir sama aspirasi orang tua yang berbagai macam dan punya kepentingan pembelajaran sendiri, apa ga pusing tuh sekolahnya, hehe. Di sisi lain, sekolah yang gurunya model ‘jaman dulu’ yang ga bisa dikritik sama sekali pun tidak sehat. Wait wait, kok rasanya jadi melenceng dari judulnya, haha. Mari get back. Untuk membersamai anak, kita perlu banget punya perencanaan, walaupun itu merupakan perencanaan untuk tidak membuat kegiatan apa apa pada waktu tertentu. ‘Belajar bosan’ di sistem klasik pendidikan ala peradaban Islam di masa lalu saya temui persamaannya dengan yang saya lihat di metoda Charlotte Mason (CM). Sempat bingung sama sharing pengalaman seorang CM-er karena ternyata mereka cuma belajar akademik selama 1 jam dan sisanya bebas :D Serius, sebebas itu dan tidak ada program apa apa dari ortu yang sifatnya musti ada dalam kendali ortu. Ternyata, beda lho ‘tidak melakukan apa apa’ yang dilakukan dengan filosofi yang dalam, dengan mengabaikan anak. Dalam “doing nothing” sebagai bagian dari proses pembelajaran, orang tua tetap menjadi pengamat dan mengevaluasi perkembangan anaknya. Beda sama anak yang berhenti sekolah yang ortunya benar benar have no clue mau diapakan anaknya. Kebetulan saya orangnya rada sibuk, hehee, jadi pusiiing banget bikin home education planning yang tiada kunjung selesai. Kadang hari itu ada rencana, kadang tidak. Maka saya sering dihadapkan dengan situasi anak bosan dan ngga ngapa ngapain. Tapi satu hal yang menjadi kunci saya adalah briefing. Dalam berbagai situasi yang sudah terprediksi mereka akan bosan, saya akan banyak bertanya: “Kalau kamu bosan besok, kira kira mau ngapain ya? Apa yang perlu disiapkan ya? Dst” Atau kalau berhadapan dengan situasi tidak terprediksi, saya akan jawab, “Iya ya, sama.. bunda juga bingung mau ngapain. Gimana dong, ada usul?” Maka sepertinya anak anak saya udah bosen curhat sama saya, haha. Karena kalau mereka curhat bosen, mereka sudah hafal kalau saya akan balikin lagi solusinya ke mereka. Let them be bored for a while, and you will be amazed of what they are capable of. Sesuatu yang mereka lakukan atas keinginan mereka sendiri, ternyata bisa lebih total ketimbang hal yang diminta oleh orang lain. Dan saya bersyukur sudah (dan mudah mudahan terus begini) melewati masa di mana anak bingung mau ngapain, karena mereka sudah terbiasa untuk menghibur dirinya dan mendapatkan cara untuk menyenangkan diri sendiri tapi yang sekaligus merupakan media belajar. Misalnya nih kalau ada tugas membuat craft yang agak rumit dari sekolah yang harus gunting kecil kecil. Duhhhh, susah banget lho membuat anak anak mau menjalankan hal yang rumit, apalagi motorik halusnya masih belum paripurna, seperti Rara. Ujung ujungnya emaknya gemes ngebantuin karena anaknya lelet banget ya kaan, haha. Tapi coba saja kalau kita hanya sediakan alat alat craft di rumah dan ‘do nothin’ about it. Suatu saat kalau mereka ‘hampir mati kebosanan’ dan melihat potensi bersenang senang dari alat craft itu, ide ide akan banyak bermunculan di otak mereka, dan mereka akan dengan senang hati melakukan hal hal yang detail yang sudah muncul dalam otaknya. Terakhir saya terkagum kagum sendiri pada hasil craft Rara membuat mesin ATM. MasyaaAllah itu detailnya luar biasa, ngeguntingin uang satu persatu, dan setiap tombol mesin, membayangkan prosesnya saja saya udah males duluan. Tentu saya males, karena saya tidak melihat miniatur ATM sebagai hal yang fun lagi buat seusia saya, ya kan. Tiba tiba saja benda ini jadi, tanpa saya mendampingi dan mendikte harus diapakan. MasyaaAllah.. Jadi... kalau anak anak sudah mulai bosen, gimana? Well, we don’t have to be always the one who is responsible for their joy. InsyaaAllah ini saat emas untuk mereka (dan kita juga) belajar mengeksplorasi apa yang mereka bisa lakukan untuk mengatasi kebosanan diri sendiri. Great ideas come from that bored minds.
0 Comments
Leave a Reply. |
PENULISRika Widjono ARSIP
July 2020
KATEGORI |