![]() Pernahkah pertanyaan ini muncul di benak Anda? Mengapa persalinan per vaginam sedemikian diperkenalkan kembali sebagai hal yang seolah lebih baik? Bukankah yang paling penting adalah ibu dan anak selamat, tanpa memandang metoda persalinan apapun yang digunakan? Gelombang kampanye gentle birth, yang membawa pesan untuk mengusahakan persalinan sealami mungkin sebelum memutuskan tindakan tindakan lain, datang bersama ‘gelombang gelombang’ lainnya yang mengkampanyekan hidup yang back to nature. Tapi, supaya tidak asal terseret arus atau ikut tren yang sekedar ‘hal keren yang kekinian’, kita tentu perlu untuk kritis, sejauh mana kita perlu memperjuangkan sesuatu, termasuk bersalin per vaginam. Buat apa sih? Alasan subyektif setiap ibu bisa bermacam macam di balik usaha mereka mendapatkan pengalaman bersalin normal. Ada yang karena takut operasi dan efek nyut nyutan di bekas jahitan yang konon terasa seumur hidup ; ingin lekas lekas beraktivitas dan paham persalinan pervaginam lebih cepat pulihnya; resisten dan trauma dengan dunia medis, karena menganggap medis modern menjauhkan kita dari kebijakan alam; menganggap ini adalah jalan perjuangannya ; bersalin pervaginam lebih murah; Ada pula yang merasa menjadi wanita dan ibu yang ‘sebenarnya’ dengan cara ini, dan lain lain. Setiap ibu bisa saja memiliki alasan pribadi dan berbeda satu sama lain yang didukung oleh referensi masa lalunya masing masing, se konyol dan sekontroversial apapun alasannya. Di luar faktor alasan pribadi yang bisa berbeda pada setiap ibu, kita perlu juga mengamati alasan obyektifnya. Berikut ini adalah beberapa dari sekian banyak alasan mengapa persalinan per vaginam perlu diusahakan. 1. Fetal Heimlich Maneuver Sepanjang pertumbuhannya, janin ‘bernafas’ dalam air ketuban dan meminumnya. Paru paru janin penuh dengan ketuban. Menjelang pematangan paru paru, tubuh memiliki mekanisme untuk membersihkan paru paru, dan kemudian diakhiri oleh mekanisme final, yaitu pemerasan paru paru bayi untuk mengeluarkan cairan dari paru paru bayi saat bayi melewati jalan lahir, yang dalam dunia kebidanan disebut Fetal Heimlich Meneuver. Istilah ini sebenarnya tidak dikenal dalam dunia kedokteran. Banyak sumber menyebutnya dengan istilah kompresi jalan lahir. Tentu saja, bayi lahir melalui operasi, tidak melewati saluran vagina , tidak mengalami mekanisme ini, sehingga risiko mengalami paru paru basah (transient tachypnea) lebih besar, bahkan risikonya lebih besar lagi jika operasinya dilakukan saat paru paru belum matang dan bersih melalui mekanisme internal tubuh. Maka, bagi yang memilih operasi terjadwal pun, ACOG merekomendasikan operasi dilakukan paling cepat pada usia kandungan 39, atau menunggu ada tanda tanda persalinan spontan[1] 2. Mikrobiome pada tubuh manusia [2] Microbiome adalah materi genetik dari mikroba (bakteri, jamur, protozoa, virus) yang tinggal di dalam tubuh manusia. Bakteri pada mikrobiome membantu kita untuk mencerna makanan, mengatur sistem imun, melindungi dari parasit, dan memproduksi aneka vitamin[3] Sepanjang hidup, manusia terpapar oleh mikroorganisme yang memiliki manfaat untuk segala aktivitas kehidupan. Dosis pertama mikroba didapatkan saat bayi dilahirkan. Jenis mikrobanya tergantung dari cara persalinan dan lingkungannya. Pada persalinan pervaginam, paparannya diperoleh melalui saluran lahir. Salah satu manfaat bakteri pada saluran lahir adalah untuk membantu mencerna makanan pertama. Yang dominan adalah Lactobacillus, Prevotella, and Sneathia[4] Sedangkan pada persalinan SC, bayi mendapatkan ‘dosis pertamanya’ dari campuran bakteri yang berpotensi patogenik, yang biasa ditemukan di kulit, dan rumah sakit, seperti Staphylococcus dan Acinetobacter. Maka, bayi yang lahir melalui SC tidak mendapatkan dosis pertama bakteri yang penting bagi pencernaan dan imunitas. 3. Operasi SC meningkatkan risiko beberapa penyakit[5], [6] Risiko umum yang dikenal akibat operasi antar lain Depresi Neonatal akibat anastesi umum, cedera janin (fetal injury) selama pembedahan dan/atau persalinan, gawat nafas (respiratory distress) dan komplikasi pada proses menyusui Data epidemiologi juga menunjukkan bahawa penyakit kulit (atopi) muncul lebih sering di bayi yang dilahirkan via SC daripada pervaginam. Studi juga menunjukkan bahwa ibu mengalami penundaan proses laktasi (keluarnya ASI) jika melahirkan melalui operasi SC. Maka, bayi yang lahir menjadi kekurangan dukungan awal yang berasal dari ASI, padahal ASI dibutuhkan untuk menstimulasi flora usus, di mana penundaan ini juga bisa memiliki efek lebih panjang lagi. Nah, begitu banyak dan berharga alasan obyektif mengapa persalinan pervaginam harus diperjuangkan, yaitu karena ini adalah salah satu upaya untuk menentukan kualitas generasi yang baru. Tentu alangkah baiknya jika alasan memperjuangkannya pun tidak sekedar takut sakit operasi, atau perwujudan keutuhan seorang wanita. Namun sesungguhnya, banyak sekali alasannya bukan?. Walaupun demikian, kita juga harus menyadari bahwa kehamilan yang patologis/berisiko tinggi memang ada walaupun jumlahnya sedikit. Maka kita harus tetap banyak belajar, mengenali tanda tanda bahaya, dan juga menemukan partner tenaga medis yang berintegritas yang bisa kita percaya untuk membantu memberikan masukan untuk mengambil keputusan dan membantu menentukan kapan perlu melakukan operasi. Selain alasan alasan untuk mengusahakan persalinan pervaginam, ada tambahan juga untuk mengusahakan agar spontan alami. Yang dimaksud alami adalah meminimalisir intervensi medis jika tidak ada indikasi harus dilakukan intervensi (selain operasi), seperti induksi dengan aneka metoda, infus, penghilang rasa sakit (epidural, ILA), episiotomi, kristeller. Kita lanjut di artikel selanjutnya ya. _____________________________________________________ Referensi [1] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2453515/ [2] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3759522/ [3] http://depts.washington.edu/ceeh/downloads/FF_Microbiome.pdf [4] http://learn.genetics.utah.edu/content/microbiome/changing/ [5] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3110651/ [6] www.acog.org › About ACOG › Newsroom › News Releases › 2013
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorRika Widjono ARSIP
December 2022
KATEGORI |